Saat ini saya sedang menunggu buah dari usaha-usaha yang telah saya lakukan, dan saya tak tahu kapan saya bisa memetiknya. Saya yakin Anda pernah mengalaminya, atau mungkin malah sedang merasakan hal yang sama.
Kadang kita bertanya, kenapa hasil / kesuksesan yang kita harapkan tidak kunjung datang? Apa yang salah dari apa yang telah kita lakukan?
Sebuah ilustrasi berjudul “The Treasure” (Harta Karun) karya Alice Grey yang saya dapati dalam buku Millionaire Mindset oleh Gerry Robert. Cerita ini mungkin bisa menjawab pertanyaan tersebut dengan lebih mengena.
---
Jenny, seorang gadis kecil dengan rambut keriting keemasan sedang menunggu antrian pembayaran bersama ibunya. Ketika ia melihat sebuah kalung mutiara berwarna putih, ia memohon pada ibunya.
“Ibu, bisakah aku memilikinya? Bisakah?”
Ibunya kemudian melihat kalung tersebut, lalu kembali melihat mata biru anaknya yang penuh harap.
“Satu dolar 95 sen. Harganya hampir dua dolar. Jika kau memang mau, kau bisa menabung sendiri untuk membelinya. Ulang tahunmu tinggal seminggu lagi dan kau mungkin nenek akan memberimu uang.”
Segera setelah Jenny sampai di rumah, ia mengeluarkan isi tabungannya dan mendapati 17 sen. Setelah makan malam, ia pergi mengunjungi tetangganya Mrs. McJames dan meminta agar beliau mau memberi 10 sen untuk membantu memetik bunga dandelion (randa tapak). Di hari ulang tahunnya, nenek Jenny memang memberi uang satu dolar yang baru, sehingga akhirnya ia bisa membeli kalung tersebut.
Jenny sangat menyukai mutiara yang ia beli karena bisa membuatnya menjadi cantik dan lebih dewasa. Ia pun selalu memakainya ke manapun, bahkan ketika ia tidur. Saat ketika ia melepasnya hanyalah ketika berenang dan mandi, karena ibunya berkata bahwa bagian belakang lehernya bisa menjadi hijau jika kalungnya basah.
Jenny memiliki seorang ayah yang sangat penyayang, yang sebelum tidur selalu membacakan cerita untuknya. Suatu malam, ketika ia selesai membacakan cerita, ia bertanya pada Jenny.
“Apakah kau menyayangi ayah?”
“Tentu saja ayah, kau tahu itu.”
“Kalau begitu berikanlah kalung itu pada ayah.”
“Ayah, jangan kalungku. Tapi ayah bisa memiliki Princess, kuda putih dari koleksiku. Yang ekornya putih, ayah ingat kan? Yang pernah ayah berikan padaku, Princess favoritku.”
“Baiklah, sayang.”
Ia lalu mencium pipi putri kecilnya itu. Seminggu kemudian, setelah membacakan cerita, ayah Jenny bertanya lagi.
“Apakah kau menyayangi ayah?”
“Tentu saja ayah, kau tahu itu.”
“Kalau begitu berikanlah kalung itu pada ayah.”
“Ayah, jangan kalungku. Tapi ayah bisa memiliki bonekaku dan ayah bisa memiliki selimut kuning yang cocok dengan tempat tidurnya.”
“Baiklah, tak apa. Selamat tidur, Tuhan memberkatimu, anakku. Ayah sayang padamu.”
Seperti biasa, ia mencium pipi anaknya dengan lembut. Beberapa hari kemudian ketika ayahnya memasuki kamar, Jenny sedang duduk di tempat tidurnya. Ketika ayahnya mendekat, ia melihat mata anaknya berkaca-kaca dan air mata membasahi pipinya.
“Ada apa?”
Jenny tak berkata apapun, tapi ia mengangkat tangan kecilnya. Ketika ia membuka genggamannya, kalung mutiara itu ada di dalamnya. Dengan nada suara gemetar, ia berkata,
“Ini ayah, ini untukmu.”
Dengan air mata di pelupuk, ayah Jenny mengambil kalung tersebut dengan satu tangannya, sementara dengan tangan yang satu lagi, ia mengambil sebuah kotak berwarna biru dengan mutiara asli dari dalam kantungnya.
Ayah Jenny selalu menyimpan mutiara tersebut. Ia hanya menunggu anaknya untuk menyerahkan mutiara tiruan miliknya untuk menukarnya dengan mutiara asli.
Apa yang Anda simpan sehingga Tuhan menunda pemberian-Nya? Kepercayaan apa yang menghambat Anda?
---
Tuhan mungkin menunggu akan sesuatu yang seharusnya kita lakukan, tapi kita menahannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar